Kota Cairo yang berada di area Delta Sungai Nil memiliki sejarah panjang dan telah menjadi ibukota sejak zaman Mesir Kuno (kota Memphis), kemudian Romawi (Kota Benteng Babylon), hingga saat masuknya Islam pada abad ke-7. Nama Cairo sendiri berasal dari kata Qahirat Al Mu'izz, atau Al Mu'izz Sang Pemenang, merujuk pada Khalifah Al Mu'izz li Dinillah, Khalifah dari Dinasti Fatimiyah yang berhasil menaklukkan Mesir pada tahun 969 M dan memindahkan ibukotanya dari Tunisia ke ibukota baru yang selesai dibangun pada tahun 973 M, yaitu Cairo. Islam sendiri merebut Mesir dari tangan Kerajaan Romawi pada masa Khalifah Umar Bin Al Khattab tahun 640 M dibawah pimpinan Amr Bin Al 'As r.a. Amr bin Al 'As kemudian membangun pemukiman di sebelah Utara Kota Benteng Babylon yang dinamakan Fustat (Kota Tenda). Fustat menjadi ibukota Provinsi Mesir dibawah Kekhalifahan Ar-Rasyidin, Ummayah dan Abbasiyah hingga direbut oleh Fatimiyah di abad ke-10.
Kota Cairo juga dikenal sebagai salah satu pusat peradaban Islam selain Baghdad, Damaskus dan Cordoba, yang masyhur sejak abad ke-10, dengan berdirinya Universitas Al Azhar pada tahun 972 M dan merupakan institusi Pendidikan Tinggi tertua kedua di dunia. Di kota ini pula muncul banyak cendekiawan, ahli fiqih dan hadits terkemuka seperti Imam Asy-Syafi'i, Ibnu Hajar Al Asqalani, Ibnu Atha'illah Al Askandari dan lain-lain.
Mesir dan Cairo sendiri sempat menjadi benteng terakhir Islam pada abad ke-12 dan 13 saat Dunia Islam mengalami ancaman besar dari Perang Salib dan Serbuan Bangsa Mongol. Dari negeri Mesir inilah muncul tokoh-tokoh yang menyelamatkan Dunia Islam dari kehancuran, yaitu Sultan Salahuddin Al Ayyubi, pendiri Dinasti Ayyubiyah yang merebut kembali Baitul Maqdis dari tangan Pasukan Salib, serta Sultan Syaifuddin Qutuz dan Sultan Baibars Al Bunduqdari dari Dinasti Mamluk yang berhasil mengalahkan Pasukan Mongol dalam Pertempuran 'Ain Jalut di Palestina.